06 Terjemah Aqidatul Awam



بسم الله الرحمن الرحيم

أَبْدَأُ بِسْـمِ اللهِ وَالرَّحْمنِ وَبِالرَّحِيْمِ دَائِمِ اْلإِحْسَانِ

فَالْحَمْدُ للهِ الْقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ اَلآخِرِ الْبَـاقِي بِلاَتَحَوُّلِ


Saya memuji dengan menyebut Nama Allah SWT, Nama al-Rahman dan al-Rahim yang selalu berbuat kebaikan. Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Qadim (tidak ada permulaannya), dan Maha Awal Yang Maha Akhir, dan kekal tanpa ada perubahan.


ثُمَّ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ سَرْمَدَا عَلَى النَّبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ وَحَّدَا


Kemudian shalawat dan salam sejahtera semoga selamanya tercurahkan kepada NabiMuhammad SAW sebagai orang terbaik yang mengesakan Allah SWT


Syarh:


Muncul pertanyaan, apa perlunya mengucapkan salawat kepada Nabi Muhammad SAW padahal beliau adalah orang yang mulia dan terpilih, dengan jaminan surga dari Allah SWT?


Jawaban dari pertanyaan ini adalah, di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa mengucapkan shalawat adalah teladan dari Allah SWT dan para malaikat yang mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sekaligus perintah Allah SWT kepada seluruh umat Islam untuk membaca shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Firman Allah SWT:


إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (الأحزاب، 56).


"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Ahzab : 56).


Sebagian ulama menyatakan bahwa shalawat adalah mendoakan Nabi Muhammad SAW, agar selalu mendapatkan shalawat dan salam Allah SWT. Mendoakan Nabi Muhammad SAW agar pada masa yang akan datang, rahmat dan salam Allah SWT itu akan terus diberikan kepada Nabi Muhammad SAW.


Sebagian lain mengatakan bahwa walaupun shalawat adalah mendo’akan Nabi Muhammad SAW namun pada hakikatnya ketika seorang membaca shalawat ia sedang bertawassul dan mengharapkan barokah Allah SWT turun kepada dirinya dengan perantara shalawat tersebut. Oleh karena itulah ketika seseorang membaca shalawat, niatnya tidak untuk mendoa’kan Nabi Muhammad SAW, tetapi mengharap kepada Allah SWT agar semua keinginannya bisa terkabulkan dengan barokah shalawat yang dibaca.


وَآلِهِ وَصَـحْبِهِ وَمَنْ تَبِعْ سَبِيْلَ دِيْنِ الْحَقِّ غَيْرَ مُبْتَدِعْ


Begitu pula shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada keluarga serta para sahabatnya dan siapa pun yang mengikuti jalan agama yang benar tanpa berbuat bid’ah.


Syarh:


Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW kemudian diiringi dengan shalawat kepada keluarga dan para sahabat Nabi Muhammad SAW.


Yang dimaksud sahabat Nabi adalah orang-orang yang pernah melihat Nabi dalam keadaan Islam dan meninggalkan dunia tetap pada keislamannya.


Sahabat adalah orang-orang yang mulia, dan selalu dalam petunjuk Allah SWT, walaupun bukan berarti mereka tidak pernah berbuat salah dan dosa. Di antara mereka ada yang telah dijamin masuk surga. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang kokoh, rela mengorbankan harta bahka nyawa demi kejayaan agama Allah SWT. Taat beribadah kepada Allah SWT dengan sepenuh hati, bersujud demi mengabdi kepada Allah SWT. Firman Allah SWT:


مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ. (الفتح، 29).


"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (QS. al-Fath : 29).


Atas jasanya yang besar pada perjuangan menegakkan agama Allah SWT, Allah SWT memberikan ridha-Nya kepada mereka dan menjanjikan balasan surga yang siap menanti kedatangan mereka di akhirat. Firman Allah SWT:


وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ. (التوبة، 100).


"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. al-Taubah : 100).


Ketika Allah SWT telah memberikan ridha-Nya kepada para sahabat, maka sudah seharusnya kita sebagai umat Islam wajib mengakui serta menghormati dan mendo’akan sahabat Nabi Muhammad SAW. Tidak menyalahkan apalagi mengkafirkan mereka. Sabda Nabi Muhammad SAW:


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ J لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ. (صحيح مسلم، رقم: 4610).


“Dari Abu Hurairah RA. berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mencaci para sahabat, janganlah kalian mencaci sahabat-sahabatku!. Demi Dzat Yang Menguasaiku, andaikata salah satu diantara kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, maka (pahala nafkah itu) tidak akan menyamai (pahala) satu mud atau setengahnya dari (nafkah) mereka”. (Shahih Muslim [4610]).


Para sahabat tidak melakukan hal-hal yang terlarang dalam agama, termasuk pula tidak akan berbuat bid’ah yang terlarang dalam agama. Apa yang mereka kerjakan, walaupun tidak dicontohkan secara langsung oleh Rasulullah SAW, bukanlah sebuah bid’ah yang buruk (sayyi’ah), tetapi bid’ah yang baik (hasanah) yang dianjurkan dalam agama. Karena Rasulullah SAW menganjurkan umat Islam untuk mengikuti apa yang beliau teladankan serta apa yang diteladankan oleh para sahabatnya. Sabda Rasulullah SAW:


عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ قَالَ وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ J: فَعَلَيْكُمْ بِمَا عَرَفْتُمْ مِنْ سُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّيْنَ. (مسند احمد بن حنبل، 16519).


"Dari Abdurrahman bin Amr as-Sulamy, sesungguhnya ia mendengar Irbadh bin Sariyah berkata, Rasulullah SAW memberikan wejangan kepada kami, “Maka kalian wajib berpegang teguh pada sunnahku (apa yang aku ajarkan) dan sunnah al-Khulafaur Rasyidin (sahabat yang empat yang terpilih) yang mendapatkan petunjuk dari Allah.” (Musnad Ahmad Ibn Hanbal, 16519).


وَبَعْدُ فَاعْلَمْ بِوُجُوْبِ الْمَعْرِفَةْ مِنْ وَاجِبٍ ِللهِ عِشْرِيْنَ صِفَةْ


Setelah apa yang dikemukakan tadi, ketahuilah tentang kewajiban mengetahui ada dua puluh sifat yang wajib bagi Allah SWT.


Syarh:


Aqoid lima puluh adalah 50 hal yang wajib ketahui dan diyakini oleh seorang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.


اِعْلَمْ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَعْرِفَ خَمْسِيْنَ عَقِيْدَةً وَكُلُّ عَقِيْدَةٍ يَجِبُ عَلَيْهَ أَنْ يَعْرِفَ لَهَا دَلِيْلاً اِجْمَالِيّا أَوْ تَفْصِيْلِيًّا (كفاية العوام، 3).


"Ketahuilah bahwa setiap muslim (laki-laki atau perempuan) wajib mengetahui lima puluh akidah beserta dalil-dalilnya yang bersifat global atau terperinci." (Kifayatul 'Awam, 3).


Lima puluh keyakinan itu terdiri dari:


1. Keimanan kepada Allah SWT:


a. Sifat wajib bagi Allah SWT = 20


b. Sifat mustahil bagi Allah SWT = 20


c. Sifat jaiz bagi Allah SWT = 1


2. Keimanan kepada para rasul:


a. Sifat wajib bagi rasul = 4


b. Sifat mustahil bagi rasul = 4


c. Sifat jaiz bagi rasul = 1


Jumlah = 50


Yang dimaksud sifat wajib di sini adalah sesuatu yang pasti ada atau dimiliki Allah SWT atau rasul-Nya, di mana akal tidak akan membenarkan jika sifat-sifat itu tidak ada pada Allah SWT dan rasul-Nya.


Mustahil merupakan perkara yang tidak mungkin ada pada Allah SWT dan rasul-Nya. Kebalikan dari sifat wajib, yaitu akal tidak akan terima jika sifat-sifat tersebut ada pada Allah SWT dan para rasul-Nya.


Sedangkan jaiz adalah sifat yang tidak harus ada pada Allah SWT dan rasul-Nya. Dengan pengertian bahwa ada dan tidak adanya sifat ini pada Allah SWT dan rasul-Nya bisa diterima oleh akal.


فَاللهُ مَوْجُوْدٌ قَدِيْمٌ بَاقِيْ مُخَالِفٌ لِلْخَلْقِ بِاْلإِطْلاَقِ


Maka Allah SWT adalah Dzat yang bersifat Wujud (Ada), Qadim (tidak ada permulaan-Nya), Kekal, dan berbeda dengan makhluk secara mutlak.


Syarh:


Sifat Allah SWT yang dua puluh tersebut adalah sebagai berikut:


1. Wujud (Ada)


Allah SWT adalah Tuhan yang wajib kita sembah itu pasti ada. Allah SWT, ada tanpa ada perantara sesuatu dan tanpa ada yang mewujudkan. Firman Allah SWT:


إِنَّنِي أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي (طه،14).


"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (QS. Thaha : 14).


Kalau sekarang manusia tidak bisa melihat Allah SWT, itu karena memang ada hijab sehingga manusia tidak mampu melihat Allah SWT, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Musa AS (QS. Al-A'raf : 143). Kelak di surga, ketika hijab itu diangkat, manusia akan mampu melihat jelas Dzat Allah SWT dan dengan mata telanjang. Sabda Nabi SAW:


عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ J فَنَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ فَقَالَ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَ تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ (رواه البخاري ومسلم).


"Dari Jarir bin Abdillah RA ia berkata, "Suatu malam kami berkumpul bersama Nabi SAW. Kemudian Nabi SAW melihat bulan purnama, lalu bersabda, "Sesungguhnya kelak kalian akan melihat Tuhan kalian (sama jelasnya ) seperti kalian melihat bulan purnama ini, kalian tidak silau ketika melihatnya" (HR. Bukhari dan Muslim).


Adanya alam semesta beserta isinya merupakan tanda bahwa Allah SWT ada. Dialah yang menciptakan alam raya yang menakjubkan ini.


Kebalikan sifat ini adalah sifat adam (العدم), yakni Allah SWT mustahil tidak ada.


2. Qidam (Dahulu)


Sebagai Dzat yang menciptakan seluruh alam, Allah SWT pasti lebih dahulu sebelum makhluk. Firman Allah SWT:


هُوَ اْلأَوَّلُ وَاْلآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (الحديد،3).


“Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu." (QS. al-Hadid : 3).


Dahulu bagi Allah SWT tanpa awal. Tidak berasal dari tidak ada kemudian menjadi Ada. Sabda Nabi SAW:


عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ J، كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ (رواه البخاري والبيهقي).


"Dari Imron bin Hushain RA, Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT ada (dengan keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya." (HR. al-Bukhari dan al-Baihaqi).


Kebalikannya adalah huduts (حدوث), yakni mustahil Allah SWT itu baru dan memiliki permulaan.


3. Baqa’ (Kekal)


Arti baqa' adalah bahwa Allah SWT senantiasa ada, tidak akan mengalami kebinasaan atau rusak. Dalam al-Qur’an disebutkan:


كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ (الرحمن، 26-27).


“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (QS. ar-Rahman : 26-27).


Allah SWT adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta. Dia selalu ada selama-lamanya dan tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya itu. Hanya kepada-Nya seluruh kehidupan ini akan kembali. Firman Allah SWT:


كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (القصص، 88).


"Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan." (QS. al-Qashash : 88).


Kebalikannya adalah sifat Fana (فناء), yang berarti mustahil Allah SWT tidak kekal.


4. Mukhalafatu Lilhawaditsi, (Berbeda dengan makhluk)


Allah SWT pasti berbeda dengan segala yang baru (makhluk). Perbedaan Allah SWT dengan makhluk itu mencakup segala hal, baik dalam sifat, dzat dan perbuatannya. Firman Allah SWT:


لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ. (الشورى، 11).


"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. as-Syura : 11).


Apapun yang terlintas di dalam benak dan pikiran seseorang, maka Allah SWT tidak seperti yang dipikirkan itu. Imam Ahmad mengatakan:


مَهْمَا تَصَوَّرْتَ بِبَالِكَ فَاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ. (الفرق بين الفرق، 20).


"Apapun yang terlintas di benakmu (tentang Allah SWT) maka Allah SWT tidak seperti yang dibayangkan itu." (Al-Farqu Bainal Firoq, 20).


Karena itulah seorang mukmin tidak diperkenankan membahas Dzat Allah SWT karena ia tidak akan mampu untuk melakukannya. Justru ketika ia menyadari akan kelemahannya itu, maka pada saat itu sebenarnya ia telah mengenal Allah SWT. Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq mengatakan:


اَلْعَجْزُ عَنْ دَرْكِ اْلإِدْرَاكِ اِدْرَاكٌ وَالْبَحْثُ عَنْ ذَاتِهِ كُفْرٌ وَإشْرَاكٌ


Ketidak-mampuan untuk mengetahui Allah SWT adalah sebuah kemampuan. Sedangkan membahas Dzat Allah SWT adalah kufur dan syirik.


Kebalikannya adalah mumatsalatuhu lilhawaditsi (مماثلته للحوادث), yakni mustahil Allah SWT sama dengan makhluk-Nya.


وَقَائِمٌ غَنِي وَوَاحِدٌ وَحَيْ قَادِرْ مُرِيْدٌ عَالِمٌ بِكُلِّ شَيْ


Allah SWT adalah Dzat Yang berdiri sendiri, Tunggal, Hidup, Berkuasa, Berkehendak dan Mengetahui segala sesuatu.


Syarh:


5. Qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri)


Berbeda dengan makhluk yang masih membutuhkan sesuatu yang lain diluar dirinya, Allah SWT tidak butuh terhadap sesuatu apapun. Allah SWT tidak membutuhkan tempat dan dzat yang menciptakan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:


إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (العنكبوت، 6).


"Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. al-Ankabut : 6).


Allah SWT Maha Kuasa untuk mewujudkan sesuatu tanpa membutuhkan bantuan makhluk-Nya. Tetapi merekalah yang membutuhkan Allah SWT. Firman Allah SWT:


يَاأَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلىَ اللهِ وَاللهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (فاطر، 15).

"Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (QS. Fathir : 15).


Allah SWT tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Bahkan terhadap ibadah yang dilakukan seorang hamba, Allah SWT tidak membutuhkannya. Ketika Allah SWT mensyariatkan shalat, puasa, zakat, haji, sedekah dan lain sebagainya, maka itu bukan karena Allah SWT membutuhkannya. Tetapi karena di dalamnya ada manfaat besar yang akan dirasakan oleh orang-orang yang melaksanakan-Nya. Jadi ibadah itu bukan untuk kepentingan Allah SWT, tetapi itu adalah kebutuhan kita sebagai hamba.


Kebalikan dari sifat ini adalah ihtiyajuhu li ghairihi (إحتياجه لغيره) artinya mustahil Allah SWT butuh kepada makhluk.


6. Wahdaniyat (Esa/satu)


Allah SWT satu/esa, tidak ada tuhan selain Diri-Nya. Allah SWT Maha Esa dalam Dzat, Sifat dan perbuatan-Nya. Firman Allah SWT:


قُلْ إِنَّمَا يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (الأنبياء، 108).

"Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)". (QS. al-Anbiya' : 108).


Satu dalam Dzat Artinya, bahwa Dzat Allah SWT satu, tidak tersusun dari beberapa unsur atau anggota badan dan tidak ada satupun dzat yang menyamai Dzat Allah SWT.


Satu dalam sifat artinya bahwa sifat Allah SWT tidak terdiri dari dua sifat yang sama, dan tidak ada sesuatupun yang menyamai sifat Allah SWT.


Dan satu dalam perbuatan adalah bahwa hanya Allah SWT yang memiliki perbuatan. Dan tidak satupun yang dapat menyamai perbuatan Allah SWT.


Sifat yang mustahil bagi-Nya yaitu “ta’addud" (تعدد) berbilangan, bahwa mustahil Allah lebih dari satu. Firman Allah SWT:


لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (الأنبياء، 22).


“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. al-Anbiya’: 22).


7. Qudrat (Kuasa)


Allah SWT Maha Kuasa dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Kekuasaan Allah SWT meliputi terhadap segala sesuatu. Kuasa untuk mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Allah SWT berfirman:


وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (الحشر، 6).


“Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. al-Hasyr : 6).


Kalau Allah SWT tidak kuasa, tentu Ia tidak akan mampu meciptakan alam raya yang sangat menakjubkan ini. Karena itu, mustahil bagi Allah SWT memiliki sifat al-'Ajzu (العجز) yang berarti lemah.


8. Iradah (Berkehendak)


Allah SWT Maha berkehendak, dan tidak seorangpun yang mampu menahan kehendak Allah SWT. Dan segala yang terjadi di dunia berjalan sesuai dengan kehendak Allah SWT. Allah SWT berfirman:


قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا بَلْ كَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. (الفتح، 11).


"Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfa`at bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Fath : 11).


Allah SWT juga berfirman:


إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (يس، 82).


"Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia." (QS. Yasin : 82).


Lawan dari sifat ini adalah (الكراهة) yang mempunyai makna “terpaksa", yakni mustahil Allah berbuat sesuatu karena terpaksa, atau tidak dengan kehendak-Nya sendiri.


9. Ilmu (Mengetahui)


Allah SWT adalah Dzat yang Maha Menciptakan, maka Ia pasti mengetahui segala sesuatu diciptakan-Nya. Allah SWT mengetahui dengan jelas akan semua perkara yang jelas tampak ataupun yang samar, tanpa ada perbedaan antara keduanya. Allah SWT berfirman:


إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى. (الأعلى، 7).


“Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.” (QS. al-A’la : 7).


Kebalikan sifat ini adalah al-jahlu (الجهل), yang berarti bodoh. Bahwa mustahil Allah SWT bodoh atau tidak mengetahui pada apa yang diciptakan.


10. Hayat (Hidup)


Allah SWT Maha Hidup, dan hidup Allah SWT adalah kehidupan abadi, tidak pernah dan tidak akan mati.


وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱلْحَيِّ ٱلَّذِي لاَ يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيراً. (الفرقان : 58).


"Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya." (QS. al-Furqan : 58).


Kebalikan dari sifat ini adalah al-mautu (الموت), yang berarti mati. Yakni mustahil Allah SWT mati.


سَمِـيْعٌ الْبَصِيْرُ وَالْمُتَكَلِّمُ لَهُ صِفَـاتٌ سَبْعَةٌ تَنْتَظِمُ

فَقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سَمْعٌ بَصَرْ حَيَاةٌ الْعِلْمُ كَلاَمٌ اسْتَمَرْ


Allah SWT juga Maha Mendengar, Melihat, dan Berbicara
Dia mempunyai tujuh sifat yang teratur, Yaitu sifat Qudrat, Iradat, Sama', Bashar Hayat, Ilmi dan Kalam yang berlangsung terus.


Syarh:


11. Sama’ (Mendengar)


Allah SWT Maha Mendengar. Namun pendengaran Allah SWT tidak sama dengan pendengaran manusia yang bisa dibatasi ruang dan waktu. Allah SWT mendengar dengan jelas semua yang diucapkan hamba-Nya. Pendengaran Allah SWT tidak berbeda pada perkara yang dhahir atau yang bathin. Firman Allah SWT:


إِنَّهُ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ. (الدخان : 6).


"Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. ad-Dukhan : 6).


Kebalikan dari sifat ini adalah al-shamamu (الصمم) yang berarti tuli. Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu tuli.


12. Bashor (Melihat)


Allah SWT Maha melihat segala sesuatu. Baik yang nampak ataupun yang samar. Bahkan andaikata ada semut yang sangat hitam berjalan di tengah malam yang gelap gulita, Allah SWT dapat melihatnya dengan jelas.


فَاطِرُ ٱلسَّمَاوَاتِ وَٱلأَرْضِ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَمِنَ ٱلأَنْعَامِ أَزْواجاً يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ. (الشورى : 11).


"(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. as-Syura : 11).


Kebalikan sifat ini adalah al-'ama (العمى) yang berarti buta, yakni bahwa mustahil Allah SWT itu buta.


13. Kalam (Berfirman)


Allah SWT Maha berfirman, namun firman Allah SWt tidak sama seperti perkataan manusia yang terdiri dari suara dan susunan kata-kata. Firman Allah SWT, tanpa suara dan kata-kata.


وَرُسُلاً قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلاً لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ ٱللهُ مُوسَىٰ تَكْلِيماً. (النساء : 164).


"Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung." (QS. an-Nisa’ :164).


Kebalikan sifat ini adalah al-bakamu (البكم), yang berarti bisu. Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu bisu.


Tujuh sifat ini adalah tergolong sifat Ma’ani. Sedangkan tujuh sifat setelahnya adalah sifat Ma’nawiyyah. Yakni, 14) Qodiron (Allah Maha Berkuasa ), 15) Muridan (Allah Maha Berkehendak), 16) Aliman (Allah Maha Mengetahui), 17) Hayyan (Allah Maha Hidup), 18) Sami’an (Allah Maha Mendengar), 19) Bashiron (Allah Maha Melihat), dan 20) Mutakalliman (Allah Maha Berbicara).


Jika diperinci, maka dua puluh sifat wajib bagi Allah SWT terbagi menjadi empat criteria,


1. Sifat Nafsiyyah, yakni sifat untuk menegaskan adanya Allah SWT, di mana Allah SWT menjadi tidak ada tanpa adanya sifat tersebut. Yang tergolong sifat ini hanya satu, yakni sifat wujud.


2. Sifat Salbiyyah, yaitu sifat yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah SWT. Sifat Salbiyah ini ada lima sifat yakni, 1) Qidam, 2) Baqo', 3) Mukhalafatu lil hawaditsi, 4) Qiyamuhu binafsihi, dan 5) Wahdaniyyah.


3. Sifat Ma’ani, adalah sifat yang pasti ada pada Dzat Allah SWT. Terdiri dari tujuh sifat, 1) Qudrat, 2) Iradah, 3) Ilmu, 4) Hayat, 5) Sama’, 6) Bashar dan 7) Kalam.


4. Sifat Ma’nawiyyah, adalah sifat yang mulazimah (menjadi akibat) dari sifat ma’ani, yakni 1) Qadiran, 2) Muridan, 3) Aliman, 4) Hayyan, 5) Sami’an, 6) Bashiran, 7) Mutakalliman.


وَجَائِزٌ بِفَضـْلِهِ وَعَدْلِهِ تَرْكٌ لِكُلِّ مُمْكِنٍ كَفِعْلِهِ


Dan adalah boleh dengan anugerah Allah SWT dan keadilannya, ialah meninggalkan segala yang mungkin seperti halnya Dia melakukannya.


Syarh:


Sifat jaiz Allah SWT ada satu, yakni: 


فِعْلُ كُلِّ مُمْكِنٍ أَوْ تَرْكُهُ


"Allah berhak untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan (tidak mengerjakan)-nya." 


Tidak ada satu pun kekuatan yang dapat memaksa-Nya. Allah SWT memiliki hak penuh untuk mengerjakan atau mewujudkan suatu perkara. Sebagaimana juga Allah SWT mempunyai pilihan bebas untuk tidak menjadikannya. Firman Allah SWT: 


إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ. (النحل :40).


"Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka jadilah ia." (QS. an-Nahl : 40).


Tidak seorangpun dari makhluk Allah SWT yang berhak untuk memaksa Allah SWT untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu. Karena Allah SWT adalah Dzat yang Maha Memaksa dan Maha Kuasa, tidak bisa dipaksa atau dikuasai. Sedangkan usaha dan doa manusia hanya sekedar perantara untuk mengharap belas kasih Allah SWT dalam mengabulkan apa yang diinginkan. Keputusan akhir adalah mutlak ada pada kekuasaa Allah SWT. Firman Allah SWT:


وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ. (القصص : 68).


"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)." (QS. al-Qashash : 68).


أَرْسَلَ أَنْبِيَا ذَوِيْ فَطَانَةْ بِالصِّدْقِ وَالتَّبْلِيْغِ وَاْلأَمَانَةْ


Allah SWT mengutus beberapa nabi yang memiliki kecerdasan, dengan perkataan yang benar, menyampaikan perintah Allah SWT dan amanah.


Syarh:


Allah SWT mengutus para nabi dan rasul untuk menyampaikan serta menyebarkan ajaran Islam ke muka bumi. Nabi adalah seorang manusia yang menerima wahyu dari Allah SWT, namun tidak ada perintah untuk disampaikan kepada kaumnya.


Sedangkan rasul, selain menerima wahyu ia juga diperintahkan untuk menyampaikannya kepada kaum. Maka bisa dikatakan bahwa setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak semua nabi adalah rasul.


Sebagai utusan Allah SWT, mereka adalah manusia-manusia pilihan yang dibekali Allah SWT dengan keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk Allah SWT yang lain. Begitu pula mereka diberikan sifat-sifat kesempurnaan sebagai penguat atas risalah yang dibawa. 


Khusus bagi Rasul, sebagai kesempurnaan dari risalah yang disampaikan, Allah SWT menganugerahkan empat sifat kesempurnaan, yang pasti dimiliki oleh seorang rasul Allah SWT. Yakni:


1. Shidiq (jujur)


Setiap rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Pujian Allah SWT kepada Nabi Ibrahim:


وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيْقًا نَبِيًّا. (مريم :41).


"Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi." (QS. Maryam : 41).


Setiap rasul pasti jujur dalam pengakuan atas kerasulannya. Dan apa yang disampaikan pasti benar adanya, karena memang bersumber dari Allah SWT. Firman Allah SAW:


وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰ، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَىٰ, (النجم : 3-4).


"Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. an-Najm : 3-4).


2. Tabligh (menyampaikan)


Setiap rasul pasti menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT. Jika Allah SWT, memerintahkan rasul untuk menyampaikan wahyu, seorang rasul pasti menyampaikan wahyu tersebut kepada kaumnya. Dalam al-Qur’an disebutkan: 


أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاَتِ رَبِّيْ وَأَنْصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ. (الأعراف : 62).


"Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-A’raf : 62).


3. Amanah (bisa dipercaya)


Secara bahasa amanah berarti bisa dipercaya. Sedangkan yang dimaksud di sini bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya, karena rasul tidak mungkin melakukan perbuatan yang dilarang dalam agama, begitu pula hal yang melanggar etika. Setiap rasul tidak mungkin terperosok ke dalam perzinahan, pencurian, menkonsumsi minuman keras, berdusta, menipu dan lain sebagainya. Rasul tidak mungkin memiliki sifat hasud, riya’, sombong, dusta dan sebagainya. 


4. Fathonah (cerdas)


Dalam menyampaikan risalah Allah SWT, tentu dibutuhkan kemampuan dan strategi khusus agar risalah yang disampaikan bisa diterima dengan baik. Karena itu, seorang rasul pastilah orang yang cerdas. Kecerdasan ini sangat berfungsi terutama dalam menghadapi orang-orang yang membangkang dan menolak ajaran Islam. Dalam al-Qur’an disebutkan: 


قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ. (هود : 32).


"Mereka berkata: "Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar." (QS. Hud : 32).


وَجَائِزٌ فِي حَقِّهِمْ مِنْ عَرَضِ بِغَيْرِ نَقْصٍ كَخَفِيْفِ الْمَرَضِ


Adalah boleh bagi para rasul mengalami kejadian yang dialami manusia. Tanpa mengurangi derajat mereka seperti sakit yang ringan.


Syarh:


Walaupun sebagai seorang utusan Allah SWT yang memiliki sifat kesempurnaan melebihi makhluk Allah SWT yang lain, namun hal itu tidak akan melepaskan mereka dari fitrah kemanusian yang ada dalam dirinya. Seorang rasul tetaplah sebagai seorang manusia biasa yang berprilaku sebagaimana manusia yang lain.


Para rasul Allah SWT memiliki sifat serta melakukan aktifitas sebagaimana manusia kebanyakan. Sudah tentu yang dimaksud adalah prilaku dan sifat-sifat yang tidak mengurangi derajat kenabian mereka di mata manusia. Seperti makan, minum, tidur, sakit dan semacamnya. Sedangkan prilaku yang dapat merendahkan derajat kerasulannya, mereka tidak pernah melakukannya. Dan inilah yang membedakan mereka dengan manusia yang lain. 


عِصْمَتُهُمْ كَسَائِرِ الْمَلاَئِكَةْ وَاجِبَةٌ وَفَاضَلُوْا المَـلاَئِكَةْ


Mereka wajib terpelihara dari perbuatan dosa (ma'shum) seperti halnya Malaikat dan keutamaan mereka melebihi para Malaikat. 


Syarh:


Sebagaimana para malaikat, yang selalu patuh kepada perintah Allah SWT, dan tidak pernah sekalipun melanggar larangan Allah SWT, maka para nabi dan rasul Allah SWT juga demikian. Mereka adalah orang-orang yang dijaga Allah SWT dari perbuatan yang dapat mendatangkan dosa. Para nabi dan Rasul adalah orang yang selalu melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya.


Allah SWT telah menjaga para nabi dan rasul dari terjerumus ke dalam perbuatan dosa, sejak mereka masih kecil, sebelum mereka mengemban risalah Allah SWT, begitu pula setelah diangkat menjadi nabi dan rasul Allah SWT. 


Oleh karena itu, jika ada seseorang yang mengaku sebagai nabi Allah SWT, namun diantara perbuatannya ada yang melanggar perintah Allah SWT, atau mempermainkan dan mempermudah ajaran agama yang dibawa, maka pengakuannya sebagai nabi harus ditolak.


وَالْمُسْتَحِيْلُ ضِدُّ كُلِّ وَاجِبِ فَاحْفَظْ لِخَمْسِيْنَ بِحُكْمٍ وَاجِبِ


Sifat mustahil adalah kebalikan dari setiap sifat yang wajib, maka hafalkanlah aqaid lima puluh untuk melaksanakan hukum yang wajib.


Syarh:


Sedangkan sifat mustahil bagi rasul adalah kebalikan dari sifat wajib yang empat di atas. Perincian sifat mustahil bagi para rasul tersebut adalah sebagai berikut.:


1. Shidiq (jujur) = Kidzib (dusta)


2. Amanah (dapat dipercaya) = Khiyanat (tidak dapat dipercaya)


3. Tabligh (menyampaikan wahyu) = Kitman (menyembunyikan wahyu)


4. Fathonah (cerdas) = Baladah (bodoh)


Dengan demikian maka genaplah aqoid lima puluh yang wajib diketahui oleh umat Islam.


تَفْصِيْلُ خَمْسَةٍ وَعِشْرِيْنَ لَزِمْ كُلَّ مُكَلَّفٍ فَحَقِّقْ وَاغْتَنِمْ


Rincian 25 rasul wajib diketahui oleh setiap orang mukallaf, maka pastikan dan raihlah jumlahnya.


Syarh:


Para rasul Allah SWT sangat banyak, sebagian ulama mengatakan hingga mencapai 315 rasul. Sedangkan nabi Allah SWT mencapai 124.000. Di antara mereka ada yang wajib untuk diketahui dan ada yang tidak wajib. Nabi dan rasul Allah SWT yang wajib diketahui berjumlah 25, yakni mereka yang disebutkan di dalam al-Qur’an. Dengan perincian sebagai berikut: 


هُمْ آدَمٌ إِدْرِيْسُ نُوْحٌ هُوْدُ مَعْ صَـالِحْ وَإِبْرَاهِيْمُ كُلٌّ مُتَّبَعْ

لُوْطٌ وَإِسْـمَاعِيْلُ إِسْحَاقُ كَذَا يَعْقُوْبُ يُوْسُفُ وَأَيُوْبُ احْتَذَا

شُعَيْبُ هَارُوْنُ وَمُوْسَى وَالْيَسَعْ ذُوْ الْكِفْلِ دَاوُدُ سُلَيْمَانُ اتَّبَعْ

اِلْيَــاسُ يُوْنُسُ زَكَرِيَّا يَحْيَ عِيْسَى وَطَـهَ خَاتِمٌ دَعْ غَيَّا

عَلَيْهِمُ الصَّـلاَةُ وَ الـسَّلاَمُ وَآلِـهِمْ مَـا دَامَتِ اْلأَيَّامُ


Mereka adalah Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih dan Ibrahim semuanya diikuti, Luth, Isma’il, Ishaq, ya’qub, Yusuf, Ayyub yang mengikuti Syu’aib, Harun, Musa, Ilyasa’, Dzulkifli, Dawud dan Sulaiman yang mengikuti Ilyas, Yunus, Zakariya, Yahya, Isa, dan Thaha (Nabi Muhammad) sebagai nabi yang terakhir, maka tinggalkanlah jalan yang sesat. Shalawat dan salam sejahtera semoga selalu terlimpahkan kepada mereka dan keluarganya, selama hari-hari masih berjalan.


Syarh:


Inilah jumlah nama dan urutan nabi dan rasul Allah SWT yang wajib ketahui. Dimulai dari Nabi Adam AS sebagai pembuka para nabi, dan diakhiri Nabi Muhammad SAW, nabi dan rasul Allah SWT yang terakhir. Penegasan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul Allah SWT yang terakhir ditegaskan langsung oleh Allah SWT dan Rasul-Nya di dalam al-Qur’an dan hadits. Di antaranya adalah firman Allah SWT:


مَا كَانَ مَحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُوْلَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِـيِّـيْنَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا (الأحزاب : 40).


“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasûlullâh dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Ahzâb : 40).


Nabi SAW juga bersabda: 


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدْ انْقَطَعَتْ فَلاَ رَسُولَ بَعْدِي وَلاَ نَبِيَّ. (سنن الترمذي، 2198).


“Dari Anas bin Mâlik ia berkata, bahwa Rasûlullâh SAW bersabda, “Sesungguhnya misi kerasulan dan kenabian telah selesai. Karena itu tidak ada rasul dan nabi setelah aku.” (Sunan al-Tirmidzî, 2198).


Dalam hadits yang lain Nabi SAW bersabda: 


عن عَبْد اللهِ بْنَ عَمْرٍو قَالَ رَسُوْلُ اللهِ أَنَا مُحَمَّدٌ النَّبِيُّ اْلأُمِّيُّ قَالَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ وَلاَ نَبِيَّ بَعْدِي. (مسند احمد ، 6318)


"Dari Abdullah bin Amar, Rasulullah SAW bersabda, "Saya adalah Muhammad, seorang nabi yang ummi (beliau mengucapkannya tiga kali), dan tidak ada nabi setelah saya." (Musnad Ahmad, 6318).


Dalam hadits lain, Nabi SAW juga bersabda tentang Bani Israil:


عَنْ فُرَاتٍ الْقَزَّازِ قَالَ النَّبِيُّ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي (صحيح البخاري ، 3197).


"Dari Furat al-Qazzaz, Nabi SAW bersabda, " Bani Isra'il dulu dipimpin oleh para nabi. Setiap seorang nabi meninggal dunia, maka digantikan oleh nabi yang lain. Namun (berbeda dengan umatku, karena) setelah aku tidak akan ada nabi lagi." (Shahih al-Bukhari, 3198).


Sabda Nabi Muhammad SAW tentang wafatnya putra beliau yang bernama Ibrahim: 


عَنْ إِسْمَاعِيلَ قُلْتُ لاِبْنِ أَبِي أَوْفَى رَأَيْتَ إِبْرَاهِيمَ ابْنَ النَّبِيِّ قَالَ مَاتَ صَغِيرًا وَلَوْ قُضِيَ أَنْ يَكُونَ بَعْدَ مُحَمَّدٍ نَبِيٌّ عَاشَ ابْنُهُ وَلَكِنْ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. (صحيح البخاري ، 5726).


“Dari Ismail, saya berkata kepada Ibnu Abi Awfa, “Engkau telah melihat Ibrahim putra Nabi SAW?" Dia menjawab, "(Ya, saya melihatnya) meninggal ketika masih kecil (dalam usia delapan belas bulan). Andaikan Allah SWT telah menetapkan bahwa ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW, niscaya Ibrahim akan hidup (tidak meninggal dunia). Tetapi (Allah SWT telah menentukan bahwa) tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW.” (Shahih al-Bukhari, 5726).


Rasul SAW juga bersabda:


عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِـيِّينَ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي. (سنن الترمذي، 2145).


“Dari Tsaubân ia berkata, Rasûlullâh SAW bersabda, “Sesungguhnya kelak pada umatku ada tiga puluh orang pendusta. Mereka semua mengaku dirinya sebagai nabi. (Maka janganlah percaya karena sesungguhnya) akulah akhir para nabi dan tidak ada nabi setelahku.” (Sunan al-Tirmidzî, 2145).


Ini merupakan nubuwat Rasulullah SAW tentang adanya orang-orang yang mengaku sebagai nabi setelah beliau. Dan dengan tegas Nabi SAW mengatakan agar umat Islam tidak mempercayai mereka, karena beliau adalah akhir dan penutup para nabi. 


Keyakinan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir begitu kuat tertanam di dada para sahabat Nabi SAW, sehingga ketika ada yang mengaku sebagai nabi, serta merta mereka menolaknya, sekaligus menyatakan perang kepada mereka.


Terkait dengan meninggalnya putra beliau Ibrahim, Ibn Abbas mengatakan: 


“Allah SWT bermaksud apabila aku tidak menjadikan dia (Muhammad SAW) penutup para nabi, niscaya pasti aku ciptakan seorang anak untuknya yang akan menjadi nabi sesudahnya.” (Al-Shabuni, Shafwah al-Tafâsir, juz II hal 529).


وَالْمَلَكُ الَّذِي بِلاَ اَبٍ وَأُمّ لاَ أَكْلَ لاَشَرْبَ وَلاَنَوْمَ لَهُمْ


Dan Malaikat yang tanpa ayah dan ibu, tidak makan dan tidak minum serta tidak tidur.


Syarh:


Umat Islam wajib percaya kepada adanya malaikat sebab hal itu sudah ditegaskan dalam al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT: 


ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. (البقرة، 285).


“Rasul Telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS. al-Baqarah: 285).


Iman kepada malaikat artinya adalah meyakini bahwa Allah SWT telah menciptakan makhluk yang terbuat dari cahaya, dan tidak pernah durhaka kepada Allah SWT.


Malaikat adalah makhluk yang sangat mengagumkan. Mereka tidak makan, tidak minum, tidak tidur, tidak berkeluarga. Mereka dapat merubah bentuk dirinya menjadi manusia, sebagaimana terjadi pada malaikat Jibril ketika menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak jarang ia menampakkan dirinya dalam bentuk manusia. 


Masing-masing malaikat diberi tugas oleh Allah SWT. Di antara mereka ada yang ditugaskan untuk menyampaikan wahyu, mencatat amal manusia, menjaga surga, mengikuti dan menghadiri majlis dzikir. Di antara mereka ada yang ditugaskan hanya untk menyembah dan bertasbih kepada Allah SWT. Ada pula yang ditugaskan untuk menjaga badan manusia dan sebagainya. 


Para malaikat hanya mengerjakan apa yang diperintahkan Allah SWT kepadanya. Mereka tidak melanggar larangan Allah SWT ataupun sesuatu yang tidak diperintahkan kepadanya. Dalam al-Qur’an disebutkan:


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ. (التحريم، 6).


“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. al-Tahrim : 6).


تَفْصِيْلُ عَشْرٍ مِنْهُمُ جِبْرِيْلُ مِيْـكَالُ اِسْـرَافِيْلُ عِزْرَائِيْلُ

مُنْكَرْ نَكِيْرٌ وَرَقِيْبٌ وَكَذَا عَتِيْدٌ مَالِكٌ وَرِضْوَانُ احْتَذَى


Rincian sepuluh dari Malaikat adalah Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Mungkar, Nakir, Raqib, Atid, Malik dan Ridhwan yang mengikuti.


Syarh:


Malaikat-malaikat Allah SWT banyak sekali, namun yang wajib diketahui hanya sepuluh Yakni,


1. Malaikat Jibril bertugas menyampaikan wahyu Allah SWT.


2. Malaikat Mika’il bertugas memberikan rizki.


3. Malaikat Izra’il bertugas mencabut arwah.


4. Malaikat Israfil bertugas meniup terompet pertanda hari kiamat. 


5. dan 6. Malaikat Munkar dan Malaikat Nakir, bertugas menjaga kuburan.


7. dan 8. Malaikat Raqib dan Malaikat Atid, bertugas mencatat amal baik dan buruk manusia.


9. Malaikat Ridwan, bertugas menjaga surga.


10. Malaikat Malik, bertugas menjaga neraka.


أَرْبَـعَةٌ مِنْ كُتُبٍ تَفْصِيْلُهَا تَوْرَاةُ مُـوْسَى بِالْهُدَى تَنْزِيْلُهَا

زَبُوْرُ دَاوُدَ وَإِنْجـِيْلُ عَلَى عِيْسَى وَفُرْقَانٌ عَلَى خَيْرِ الْمَلاَ


Rincian empat kitab (yang wajib diketahui) adalah Taurat(nya Nabi) Musa yang diturunkan membawa petunjuk, Zabur(nya Nabi) Dawud, Injil yang diturunkan atas Isa dan Furqan (al-Qur'an) yang diturunkan kepada sebaik-baik nabi.


وَصُـحُفُ الْخَلِيْلِ وَالْكَلِيْمِ فِيْهَا كَـلاَمُ الْحَكَمِ الْعَلِيْمِ


Shuhuf Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, di dalamnya terdapat firman Tuhan Yang Maka Bijaksana lagi Maha Mengetahui.


Syarh:


Iman kepada kitab Allah SWT adalah percaya dan meyakini bahwa Allah SWT telah menurunkan beberapa kitab kepada para rasul-Nya untuk dijadikan pedoman hidup manusia. Dalam hal ini, beriman kepada kitab Allah SWT mencakup tiga perkara:


1. Percaya bahwa kitab-kitab itu benar-benar diturunkan oleh Allah SWT.


2. Beriman bahwa Allah SWT telah menurunkan beberapa kitab yang wajib diketahui. Yakni, al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, Taurat kepada Nabi Musa as, Injil kepada Nabi Isa as dan Zabur kepada Nabi Dawud as.


3. Mempercayai kepada berita-berita yang dibawa oleh kitab-kitab tersebut.


Kenapa Allah SWT menurunkan kitab kepada para rasul-Nya. Tidak cukupkah manusia dengan akalnya dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dapat menentukan baik dan buruk untuk mencari kebahagiaan dunia dan akhirat? Jawabannya dari pertanyaan ini bisa dilihat dari tiga sisi:


1. Akal manusia itu sangat terbatas. Begitu pula dengan ilmu yang diberikan Allah SWT kepada manusia hanya sedikit sekali. Ibarat setetesair yang berada di samudera yang luas membentang, itulah gambaran ilmu yang dimiliki manusia dibandingkan dengan ilmu Allah SWT.


2. Kalau manusia diberikan kebebasan sepenuhnya, maka yang terjadi adalah manusia akan berbeda dalam mendefinisikan perkara baik yang dapat mengantarkannya menuju kebahagiaan dunia akhirat, serta perbuatan buruk yang menjadikan hidup manusia menjadi sengsara.


Contoh kecil tentang pergaulan bebas atau seks pra nikah. Bisa saja di suatu daerah, misalnya di Barat dianggap baik dan tidak akan menimbulkan kerusakan, tapi dalam budaya timur hal itu merupakan perbuatan asusila yang mendatangkan kesengsaraan dunia dan akhirat. Di sinilah fungsi kitab Allah SWT yang menjelaskan berbagai hukum Allah SWT.


3. Tidak semua perbuatan dapat diketahui dengan akal manusia. Ada banyak hal yang membutuhkan petunjuk dari Allah SWT agar perbuatan itu dapat dikerjakan dengan cara yang benar.


Misalnya tentang tata cara beribadah kepada Allah SWT seperti shalat, puasa dan haji. Untuk mengetahui cara tersebut harus menunggu penjelasan dari Allah SWT melalui kitab dan rasul-Nya. Tanpa penjelasan itu maka manusia tidak akan mengetahui tatacara beribadah yang benar kepada Allah SWT.


Inilah diantara beberasa alasan kepada Allah SWT menurunkan kitab kepada para rasul-Nya.


وَكُـلُّ مَا أَتَى بِـهِ الرَّسُوْلُ فَـحَقُّهُ التَّسْلِيْمُ واَلْقَبُوْلُ


Segala sesuatu yang disampaikan oleh rasul, maka kewajibannya adalah dibenarkan dan diterima.


Syarh:


Umat Islam wajib meyakini dan melaksanakan semua yang dibawa dan disampaikan oleh Rasulullah SAW, baik berupa perintah, larangan atau hal yang terkait dengan kabar tentang hal-hal gaib. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:


وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ. (الحشر، 7).


"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. al-Hasyr : 7).


Apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah perkara yang wajib diyakini kebenarannya. Termaktub semuanya di dalam al-Qur’an dan hadits. Ketika Allah SWT dan Rasulullah SAW menyampaikan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, maka hal tersebut wajib diyakini kebenarannya. Begitu pula pengakuan Allah SWT dan rasul-Nya kepada sahabat nabi, maka wajib bagi umat Islam untuk meyakininya.


Meyakini apa yang dibawa oleh Nabi SAW bisa berarti bahwa umat Islam wajib melaksanakan semua perintah dan menjauhi larangan Allah SWT dan Rasul-Nya. Melaksanakan shalat, puasa, zakat, haji, berbuat baik kepada semua makhluk Allah SWT, kemudian tidak melakukan pencurian, perzinahan, perusakan lingkungan, aniaya, penipuan dan semacamnya, adalah bentuk dari upaya untuk melaksanakan apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dan inilah yang disebut Islam yang sempurna (kaffah) sebagaimana difirmankan Allah SWT:


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ. (البقرة : 208).


"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah : 208).


إِيْـمَانُنَا بِيَوْمٍ آخَرٍ وَجَبْ وَكُلِّ مَا كَانَ بِهِ مِنَ الْعَجَبْ


Kita wajib percaya akan adanya hari akhir, dan segala keajaiban yang terjadi pada hari itu.


Syarh:


Maksud dari beriman kepada hari akhir adalah keyakinan yang pasti akan datangnya hari akhir dan sesuatu yang berhubungan dengannya. Dalam masalah iman kepada hari akhir, ada beberapa hal yang harus diyakini oleh seorang mukmin yakni, siksa dan nikmat kubur, hari mahsyar, hisab, surga, neraka dan semacamnya.


1. Nikmat dan Siksa Kubur


Kita yakin bahwa kematian itu pasti akan menjemput setiap manusia. Dan apabila kematian telah datang kepada seseorang, maka tidak akan bisa dimajukan atau ditunda. Allah SWT berfirman:


وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ. (الأعراف : 34).


"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu. Maka apabila telah datang waktunya mereka (ajal) tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS. al-A’raf : 34).


Dan setelah seseorang dikuburkan, Allah SWT mengembalikan ruh orang tersebut, kemudian datang dua malaikat yang akan menanyakan beberapa hal kepadanya. Malaikat itu bertanya kepadanya tentang Tuhan, nabi, agama, kiblat dan saudaranya.


Orang-orang yang dapat menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir adalah mereka yang selama hidupnya selalu berbuat kebaikan, banyak beribadah kepada Allah SWT, serta menolong sesama manusia. Allah SWT berfirman:


إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلاَئِكَةُ أَلاَّ تَخَافُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ. (فصلت، 30).


“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fusshilat : 30).


Sedangkan orang-orang yang selama hidupnya selalu diisi dengan kedurhakaan dan tindakan yang menyengsarakan sesama, akan mendapat siksa dalam kuburnya. Dalam hal ini, siksa kubur dibagi menjadi dua.


Pertama, Adzab kubur yang berlangsung terus sampai hari kiamat. Yaitu untuk orang tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta orang-orang yang selalu berbuat dosa besar. Sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an tentang keluarga Fir’aun:


النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا ءَالَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَاب. (المؤمن : 46).


"Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir`aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras". (QS al-Mukmin : 46).


Kedua, Adzab kubur yang berlaku sementara. Yakni siksa kubur yang diterima oleh orang mukmin yang melakukan kemaksiatan. Ia disiksa sesuai dosa yang dilakukan di dunia. Siksa ini bisa diringankan atau bahkan dihentikan jika apa yang dia diterima sudah dianggap cukup untuk menebus dosa yang pernah dilakukan. Atau ada do’a dan permohonan ampunan (istighfar) atau kiriman pahala sodakoh, bacaan al-Qur’an dan lainnya, yang dipanjatkan oleh sanak keluarga, famili, dan teman-teman yang masih hidup.


Dari sinilah, bagi segenap kaum muslim yang masih hidup, sebaiknya senantiasa mendo’akan keluarga, terutama kedua orang tua, sahabat atau seluruh kaum muslimin yang telah meninggal dunia. Hal itu merupakan salah satu bentuk kepedulian kepada mereka, sehingga dapat menjalani kehidupan alam kubur dengan tenang dan bahagia.


Dalam hal inilah, tradisi tahlilan yang sudah berlaku umum di masyarakat Indonesai perlu terus dilakukan dan dilestarikan, karena apa yang dibaca dalam acara tersebut merupakan sesuatu yang memang sangat dibutuhkan oleh orang yang telah meninggal dunia.


Begitu pula, setiap selesai shalat lima waktu agar tidak henti-hentinya mendo’akan kedua orang tua atau keluarga yang telah meninggal dunia, atau dengan mengirimkan pahala bacaan surat al-Fatihah untuk mereka.


2. Hari Kiamat


Hari kiamat adalah hancurnya seluruh alam semesta. Bumi dan seluruh alam raya serta makhluk yang ada di dalamnya akan binasa. Semua makhluk bernyawa akan menemui kematian. Bumi hancur, langit runtuh dan air laut tumpah. Semua orang bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Firman Allah SWT:


إِذَا زُلْزِلَتِ اْلأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ اْلأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ اْلإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4).


"Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (jadi begini)?", pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (QS. al-Zalzalah : 1-4).


Hari kiamat pasti akan terjadi, namun tidak seorangpun yang mengetahui waktu terjadinya kiamat. Manusia dengan segala perangkat ilmu dan teknologi yang dimilikinya tidak akan dapat memprediksikan kapan terjadinya hari tersebut. Hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Sebagaimana firman-Nya SWT:


يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّيْ لاَ يُجَلِّيْهَا لِوَقْتِهَا إِلاَّ هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ لاَ تَأْتِيكُمْ إِلاَّ بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ. (المائدة : 187).


"Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (QS. al-A’raf : 187).


Manusia hanya diberi pengetahuan tentang tanda-tanda terjadinya kiamat tersebut, agar kita selalu waspada dan terus meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Umumnya tanda kiamat dibagi menjadi dua bagian.


Pertama, tanda-tanda kecil, yakni sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits. Diantaranya adalah ketika Nabi Muhammad ditanya oleh malaikat Jibril tentang hari kiamat. Nabi SAW menjawab:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ مَا الْمَسْئُوْلُ بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ، سَأُخْبِرُكَ عَنْ أَشْرَاطِهَا إِذَا وَلَدَتْ اْلأَمَةُ رَبَّهَا وَإِذَا تَطَاوَلَ رُعَاةُ اْلإِبِلِ الْبُهْمُ فِي الْبُنْيَانِ. (صحيح البخاري، 48).


“Dari Abi Huroiroh, Nabi SAW bersabda kepada orang yang bertanya tentang hari kiamat, "Orang yang ditanya ditanya tentang hari kiamat tidak lebih tahu dari yang bertanya. Tetapi saya akan memberitahukanmu tentang tanda-tandanya. Yakni jika budak wanita telah melahirkan tuannya, jika pengembala onta berlomba-lomba meninggikan bangunan." (Shahih al-Bukhari [48]).


Tanda-tanda yang lain misalnya pendeknya waktu, berkurangnya amal, munculnya berbagai fitnah, banyaknya pembunuhan, pelacuran, kefasikan dan lain sebagainya.


Kedua, tanda-tanda besar, yakni keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa AS, munculnya matahari dari Barat, munculnya al-Mahdi, dabbah (binatang ajaib) dan lain sebagainya.


Hari kiamat berlansung sangat cepat, ditandai dengan tiupan sangkakala dari malaikat Isrofil dan matinya seluruh makhluk hidup. Mereka tetap dalam keadaan seperti untuk masa tertentu sebelum akhirnya dibangkitkan dari alam kubur.


3. Hari Kebangkitan, Padang Mahsyar dan Siroth


Yang dimaksud beriman kepada hari kebangkitan adalah kita berkeyakinan bahwa Allah SWT akan membangkitkan orang-orang yang ada di dalam kuburan mereka kemudian di kumpulkan pada satu tempat untuk melakukan penghitungan amal. Allah SWT berfirman:


ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ (15) ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ. (المؤمنون، 15-16).


"Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat." (QS. al-Mukminun : 15-16).


Kebangkitan manusia dari alam kubur ditandai dengan tiupan sangkakala yang kedua. Setelah itu, seluruh manusia dikumpulkan di suatu tempat (Mahsyar) untuk ditimbang amal baik dan buruk yang telah dilakukan selama hidup di dunia.


يَوْمَ تَشَقَّقُ اْلأَرْضُ عَنْهُمْ سِرَاعًا ذَلِكَ حَشْرٌ عَلَيْنَا يَسِيرٌ. (ق، 44).


"(Yaitu) pada hari bumi terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka keluar) dengan cepat. Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi Kami." (QS. Qaf: 44).


Firman Allah SWT:


هُنَالِكَ تَبْلُو كُلُّ نَفْسٍ مَا أَسْلَفَتْ وَرُدُّوا إِلَى اللهِ مَوْلاَهُمُ الْحَقِّ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ. (يونس، 30).


"Di tempat itu (padang Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalasan dari apa yang telah dikerjakannya dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang sebenarnya dan lenyaplah dari mereka apa yang mereka ada-adakan." (Yunus 30).


Di tengah penantian di padang mahsyar itu, masing-masing orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Tidak ada waktu bagi seseorang untuk memikirkan orang lain. Firman Allah SWT dalam ayat lain:


وَبَرَزُوا للهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللهِ مِنْ شَيْءٍ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَحِيصٍ. (ابراهيم، 21).


"Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong, "Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja?" Mereka menjawab, "Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri." (QS. Ibrahim : 21).


Kecuali nabi Muhammad SAW, yang dengan keagungan dan kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepadanya, mampu memberikan syafa’at (pertolongan) kepada seluruh umat manusia. Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa pada saat umat manusia kebingungan karena suasana hirup pikuk yang terjadi, manusia mendatangi Nabi Adam as, meminta bantuan agar padang mahsyar bisa selesai. Namun nabi Adam as tidak menyanggupinya. Begitu pula dengan para nabi yang lain. Akhirnya umat manusia mendatangi nabi Muhammad SAW untuk meminta syafaat, dan nabi Muhammad SAW pun memberikan syafaatnya.


Setelah itu, masing masing orang diadili di hadapan Allah SWT. Mereka tidak akan berdusta di hadapan Allah SWT.


الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ. (يس، 65).


“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin: 65)


Diberikan kitab yang berisi catatan amal perbuatannya selama di dunia. Orang yang menerima kitab tersebut dengan tangan kanan, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Sedangkan mereka yang menerima kitab itu dengan tangan kiri atau dari balik punggung, akan menyesal dan susah akan siksa yang diterima.


فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ (7) فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا (8) وَيَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُورًا (9) وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ (10) فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا (11) وَيَصْلَى سَعِيرًا (12).


“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: "Celakalah aku". Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. Al-Insyiqaq : 7-12).


Amal baik dan buruk manusia ditimbang, sebagai vonis akhir untuk menentukan apakah seseorang akan masuk surga atau terjerumus ke dalam neraka.


وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (8) وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ. (الأعراف، 8-9).


“Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf : 8-9).


Di sini, setiap manusia yang ketika hidup di dunia selalu menjalankan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, beramal sholeh untuk kebaikan seluruh manusia, akan merasakan air dari telaga nabi Muhammad SAW (haudhun nabi).


Dalam beberapa hadits diceritakan bahwa luas dan panjang telaga itu sama. Setiap sisi panjangnya satu bulan perjalanan. Airnya berasal dari telaga al-Kautsar, di tengahnya terdapat dua pancuran dari surga. Airnya lebih putih dari susu dan lebih dingin dari es, lebih manis daripada madu, dan lebih wangi dari minyak kasturi. Cangkir-cangkirnya sebanyak bintang di langit. Orang yang meminum airnya, tidak akan haus selama-lamanya.


Setelah melalui proses padang mahsyar, umat manusia akan melewati siroth. Yakni jembatan yang membentang di atas neraka sebagai satu-satunya jalan menuju ke surga. Karena itu, setiap orang pasti akan melewatinya. Dan setiap orang yang akan masuk surga pasti akan melewatinya. Firman Allah SWT:


وَإِنْ مِنْكُمْ إِلاَّ وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا. (مريم، 71).


Dan tidak ada seorangpun daripadamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. (QS. Maryam : 71).


Kemampuan menyeberang juga sangat tergantung dari amal perbuatan selama di dunia. Siapa saja yang istiqomah di atas jalan yang diridhai Allah SWT, ia akan dapat menyeberangi sirath tersebut kemudian masuk surga Allah dengan segala kenikmatan yang ada di dalamnya. Namun bila kehidupan dunia selalu diisi dengan keburukan dan perbuatan maksiat kepada Allah SWT, akan tergelincir ke dalam neraka, dan siksa yang amat pedih akan mengisi hari-harinya.


4. Surga dan Neraka


Setelah berada di padang mahsyar dan berjalan di atas siroth, tahap terakhir adalah pilihan antara surga dan neraka. Di akhirat Allah SWT hanya menyediakan dua tempat sebagai akhir dari perjalanan manusia. Tidak ada pilihan ketiga, juga tidak ada ada suatu tempat di antara surga dan neraka (al-Manzilah bainal manzilataini).


Surga adalah rumah kebahagiaan yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang beriman. Diperuntukkan bagi orang-orang yang melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Firman Allah SWT:


إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ (7) جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ. (البينة، 7-8).


Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga `Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (QS. Al-Bayyinah: 7-8).


Di dalamnya terdapat segala kenikmatan dan keindahan, yang tidak pernah terbayangkan di dalam angan dan perasaan manusia di dunia. Tentang nikmat surga ini, al-Qur’an menggambarkannya:


مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ ءَاسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ. (محمد، 15).


(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya? (QS. Muhammad : 15).


Sedangkan nikmat teragung bagi penduduk surga adalah tatkala mereka melihat Allah SWT secara langsung. Dzat yang Maha Rahasia, yang tidak dapat dibayangkan dan dilihat selama hidup di dunia, akan dapat dilihat secara jelas. Lama atau sebentarnya seseorang melihat Allah SWT tergantung seberapa banyak amal kebajikan yang dilakukan di dunia. Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman:


وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ. (القيامة 22-23 ).


“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari (akhirat) itu berseri-seri. Kepada Tuhan-Nyalah mereka melihat”. (QS. al-Qiyamah : 22-23).


Hadits Nabi Muhammad SAW. :


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّاسَ قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ هَلْ نَرَى رَبَّنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ J هَلْ تُضَارُّوْنَ فِيْ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ؟ قَالُوْا لاَ ياَ رَسُوْلَ اللهِ قاَلَ فَهَلْ تُضَارُّوْنَ فِيْ الشَّمْسِ لَيْسَ دُوْنَهَا سَحَابٌ؟ قَالُوْا لاَ يَا رَسُوْلَ اللهِ, قَالَ فَإِنَّكُمْ تَرَوْنَهُ كَذَلِكَ . (صحيح البخاري ، رقم 6885 ).


“Dari Abû Hurairah RA bahwa orang-orang bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, apakah kami bisa melihat Tuhan kami pada hari kiamat? Rasulullah SAW bertanya, ‘apakah mata kalian rusak ketika melihat bulan purnama? Mereka menjawab, ‘Tidak, Rasul’. Rasul bertanya, ‘”Apakah berbahaya pada mata kalian ketika melihat mentari yang tak terhalang awan? Mereka menjawab, ‘Tidak Rasul’. Rasul bersabda, ‘Ya begitulah, kalian akan melihat Tuhan kalian.” (Shahih al-Bukhari [2885]).


Dengan redaksi yang lebih jelas Nabi SAW bersabda :


عَنْ جَرِيْرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عِيَانًا. (صحيح البخاري ، رقم 6883).


“Dari Jarir bin Abdullah RA, dia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, ‘sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian secara nyata.” (Shahih al-Bukhari [2883]).


Selain menyediakan surga bagi hamba yang taat dan patuh, Allah SWT juga menciptakan neraka sebagai balasan bagi orang-orang yang senantiasa menghiasi kehidupan dunianya dengan perbuatan durhaka kepada Allah SWT. Mereka menjadi bahan bakar api neraka yang menyala-nyala. Firman Allah SWT:


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَ يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ. (التحربم، 6).


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. at-Tahrim: 6).


Setiap orang yang masuk neraka, akan mendapatkan siksa yang sangat pedih akibat dari perbuatannya di dunia. Mengenai pedihnya siksa neraka al-Qur’an menceritakan:


إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا. (النساء، 56).


Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa’ : 56).


خَاتِمَةٌ فِي ذِكْرِ بَاقِي الْوَاجِبِ مِمَّا عَلَى مُكَلَّفٍ مِنْ وَاجِبٍ


Bagian berikut ini adalah penutup, dalam menerangkan kewajiban yang tersisa yang wajib diyakini oleh setiap mukallaf.


نَبِـيُّنَا مُـحَمَّدٌ قَدْ أُرْسِلاَ لِلْـعَالَمِيْنَ رَحْمَةً وَفُضِّلاَ


Nabi kita, Nabi Muhammad, sungguh telah diutus oleh Allah SWT atas seluruh alam, sebagai rahmat dan diutamakan (atas semua rasul).


Syarh:


Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT sebagai nabi terakhir yang membawa rahmat untuk seluruh alam. Tidak hanya untuk manusia tetapi untuk seluruh makhluk Allah SWT yang ada di jagat raya ini. Dalam al-Qur’an ditegaskan:


وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ. (الأنبياء، 107).


"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’ : 107).


Syariat Nabi Muhammad SAW tidak hanya berlaku bagi orang Arab saja, tetapi untuk seluruh umat manusia. Beda halnya dengan syariat nabi sebelumnya yang hanya berlaku pada waktu dan untuk umat tertentu. Ajaran Islam juga rahmat bagi seluruh alam, dengan adanya kepedulian dari agama untuk menjaga lingkungan hidup, tidak boleh merusak dan mengganggu semua makhluk Allah yang ada di muka bumi.


Salah satu bentuk rahmat Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW adalah ditangguhkannya siksa bagi orang-orang yang melanggar aturan Allah SWT, hingga nanti di akhirat. Tidak seperti yang dialami umat nabi sebelumnya, yang langsung menerima adzab di dunia atas pelanggaran yang mereka lakukan. Seperti yang menimpa kaum nabi Luth AS, nabi Musa AS, Nuh AS dan lainnya.


Selain itu, umat Islam wajib meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah makhluk Allah SWT yang paling mulia. Para ulama menegaskan bahwa di antara dua puluh lima rasul Allah SWT yang wajib diketahui, ada lima yang paling utama, yang mendapat gelar ulul azmi. Dan Nabi Muhammad SAW ada di urutan pertama dari kelima nama tersebut.


Kemuliaan Nabi Muhammad SAW dikarenakan keistimewaan syariat yang beliau bawa. Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah menyempurnakan ajaran nabi-nabi sebelumnya. Sesuai dengan fitrah manusia, dan tidak membebani manusia dengan sesuatu di luar kemampuan manusia untuk melaksanakannya. Atas dasar inilah, tidak ada ajaran lain yang melebihi keutamaan ajaran Islam.


اَلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَيُعْلَى عَلَيْهِ


"Islam adalah agama yang luhur dan tidak ada yang dapat menandingi keluhurannya."


Akhlak dan kepribadian yang beliau miliki juga menjadi salah satu penyebab keutamaan nabi Muhammad SAW. Keluhuran akhlak nabi Muhammad SAW ditegaskan langsung dalam al-Qur’an pada surat al-Qalam ayat 4.


وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم، 4).


“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. al-Qalam: 4).


Dalam sebuah hadits:


عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللهِ خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي. (سنن الترمذي، 3830).


“Dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik kepada keluarga (istrinya). Dan saya adalah orang yang paling baik di antara kamu dalam memperlakukan istriku.” (Sunan al-Tirmidzi, 3830).


أَبُوْهُ عَبْدُ اللهِ عَبْدُ الْمُطَّلِبْ وَهَاشِمٌ عَبْدُ مَنَافٍ يَنْتَسِبْ

وَأُمُّــهُ آمِـنَةُ الزُّهْرِيَّةْ أَرْضَـعَتْهُ حَلِـيْمَةُ السَّعْدِيَّةُ


Ayahnya Nabi SAW ialah Abdullah bin Abdul Muththolib bin Hasyim bin Abdi Manaf yang nasabnya bersambung. Ibunya ialah Siti Aminah az-Zuhriyyah dan yang menyusuinya adalah Halimatus Sa’diyah.


Syarh:


Garis keturunan Nabi Muhammad SAW adalah dari golongan suku Quraisy. Yakni suatu kelompok yang sangat disegani di tanah Makkah. Ayah beliau adalah Abdullah bin Abdulmuththalib bin Hasyim bin Abdimanaf.


Dalam hal ini, terdapat pertalian darah antara Nabi Muhammad SAW dan Khulafur Râsyidin, terlebih Sayyidina ‘Utsmân RA yang merupakan putra dari sepupu Nabi SAW yakni Arwa, sebagai putri dari bibi Nabi Muhammad SAW yang bernama al-Baidha’ binti Abdul Muththalib. Sedangkan Sayyidina ‘Alî RA adalah sepupu Nabi Muhammad SAW.


Di samping itu, keduanya merupakan menantu Nabi Muhammad SAW. Sayyidina ‘Utsmân menikah dengan dua putri Rasul SAW secara bergantian, yakni Sayyidatuna Ruqayyah RA dan Sayyidatuna Ummu Kultsûm RA. Sedangkan sayyidina ‘Alî RA menikah dengan Sayyidatuna Fâthimah RA.


Begitu pula dengan Sayyidina Abû Bakr RA dan Sayyidina ‘Umar RA yang merupakan mertua Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW menikah dengan Aisyah binta Abû Bakr RA dan Hafshah binta ‘Umar RA.


Inilah salah satu alasan mengapa Nabi Muhammad sangat mencintai para sahabatnya. Nabi Muhammad SAW tidak segan-segan memuji para sahabatnya dan menyebutnya sebagai generasi terbaik Islam.


عَنْ عِمْرَانَ بْنَ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ النَّبِيُّ خَيْرُكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ. (صحيح البخاري رقم 2457).


“Dari sahabat 'Imron bin Hushain ra ia berkata. Nabi SAW bersabda, “Sebaik-sebaik generasi adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya lalu generasi sesudahnya”. (Shahih al-Bukhari, [2457]).


Kecintaan itu juga ditunjukkan oleh ahlul bait atau keluarga Nabi SAW kepada para sahabat, begitu pula para sahabat yang sangat mencintai dan menghormati keluarga nabi. Bahkan musibah perselisihan yang terjadi pada sebagian sahabat tidak dapat dijadikan tanda kalau di antara para sahabat tidak terjalin persaudaraan yang sangat erat. Justru sebaliknya, jalinan kemesraan yang bertaut di hati mereka ibarat cinta bersambut, kasih berjawab. Indahnya pergaulan antara keluarga dan sahabat Nabi SAW harus diteladani oleh umat Islam. Hal ini terungkap dari tutur kata dan perbuatan mereka mereka yang menunjukkan hal tersebut.


1. Sayyidina Alî berkata tentang sahabat Abû Bakr RA dan Umar RA:


إِنَّ خَيْرَ هَذِهِ اْلأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا اَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا. (الشيعة منهم عليهم ص/60).


“Sesungguhnya umat yang paling baik setelah Nabinya adalah Abû Bakar RA dan Umar RA.” (Al-Syî`ah Minhum `Alaihim, 60).


2. Sayyidina Alî juga berkata tentang Sayidina Umar RA sebagai berikut:


لَمَّا غُسِلَ عُمَرُ وَكُفِنَ دَخَلَ عَلِيٌّ وَقَالَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: مَا عَلَى اْلأَرْضِ أَحَدٌ أَحَبُّ إِلَيَّ اَنْ أَلْقَى اللهَ بِصَحِيْفَتِهِ مِنْ هَذِ الْمُسَجَّى بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ. (الشيعة منهم عليهم ص/53).


"Ketika sahabat ‘Umar dimandikan dan dikafani, Sayyidina Alî RA masuk, lalu berkata, “Tidak ada di atas bumi ini seorangpun yang lebih aku sukai untuk bertemu Allah SWT dengan membawa buku catatan selain dari yang terbentang di tengah-tengah kalian ini (yakni jenazah Sayyidina Umar).” (Al-Syî`ah Minhum `Alaihim, 53).


Sikap Sayyidina Alî RA ini merupakan ekspresi spontan dari lubuk hati terdalam bahwa di dalam hati beliau benar-benar tertanam jalinan kasih dan tambatan sayang kepada Sayyidina Umar RA. Sebab mustahil beliau melakukannya sekedar taqiyah (pura-pura) karena takut pada Sayyidina Umar RA, sebab pada waktu itu Sayyidina Umar RA telah meninggal dunia.


3. Ucapan Sayyidina Abû Bakar RA, tentang keluarga Rasulullah SAW:


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، لَقَرَابَةُ رَسُوْلِ اللهِ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِنْ قَرَابَتِيْ. (صحيح البخاري رقم: 3730).


“Dari Aisyah RA, sesungguhnya Abû Bakar RA berkata, “Sungguh kerabat Rasûlullâh SAW lebih aku cintai daripada keluargaku sendiri.” (Shahîh Bukhârî, [3730]).


4. Pada kesempatan yang lain, Abû Bakar RA juga berkata,


اُرْقُبُوْا مُحَمَّدًا فِيْ أَهْلِ بَيْتِهِ. (صحيح البخاري 3436).


“Perhatikan Nabi Muhammad SAW terhadap ahli baitnya.” (Shahîh al-Bukhârî [3436]).


5. Dari 33 putra Sayyidina Ali RA tiga di antaranya diberi nama Abu Bakar, Umar, dan Utsman.


Dari 14 putra Sayyidina Hasan RA dua di antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar, dan di antara 9 putra Sayyidina Husain RA dua di antaranya diberi nama Abu Bakar dan Umar. Pemberian nama ini tentu saja dipilih dari nama orang-orang yang menjadi idolanya, dan tidak mungkin diambil dari nama musuhnya. (Lihat, Al-Hujaj al-Qath’iyyah, hal. 195).


Bagi Ahlussunnah Sayyidina Ali RA adalah hamba Allah yang mulia dan harus dijadikan panutan. Sayyidina Ali RA adalah seorang pemberani dan sekali-kali bukanlah seorang pengecut. Sebagai pemimpin pasukan, di antara sekian banyak peperangan yang dilakukan pada zaman Rasul, beliau selalu menjadi pahlawan yang tak terkalahkan. Karena itu tidak mungkin beliau melakukan sikap pura-pura atau taqiyah apalagi mengajarkannya.


Di samping itu, Sayyidina Ali adalah sosok yang bersih hatinya dan jauh dari sifat balas dendam. Sikap dan prilaku beliau telah membuktikan bahwa beliau bukan jenis manusia yang di dalam hatinya penuh dengan dendam kesumat, karena itu tidak mungkin beliau mengajarkan raj’ah yang identik dengan balas dendam.


Bahkan lebih jauh, kecintaan antara para sahabat dan keluarga Nabi Muhammad SAW berlangsung hingga keturunan mereka bahkan, berlanjut sampai tingkatan perbesanan. Misalnya Sayyidina Umar RA menikah dengan Ummi Kultsûm RA putri Sayyidina Ali RA, Zaid bin Amr bin Utsmân bin Affân RA menikah dengan Sukainah binti al-Husain bin Ali bin Abî Thâlib. Fathimah binti al-Husain bin Ali bin Abi Thalib menikah dengan Abdullah bin Amr bin Utsman bin Affan lalu mempunyai anak Muhammad. (Nasabu Quraisy li al-Zubairi, juz 4, hal 120 dan 114)


Begitu pula sikap yang dicontohkan oleh Imam Ja'far al-Shâdiq ketika beliau ditanya tentang sikapnya kepada sahabat Abu Bakar dan Umar. Beliau menjawab, “Keduanya adalah pemimpin yang adil dan bijaksana. Keduanya berada di jalan yang benar dan mati dengan membawa kebenaran. Mudah-mudahan rahmat Allah SWT selalu dilimpahkan kepada keduanya hingga hari kiamat.” (Ihqâq al-Haq li al-Syusyturî, juz 1, hal 16).


Dalam konteks ini pula Imam Ja‘far al-Shâdiq RA berkata:


وَلَدَنِيْ أَبُوْ بَكْرٍ مَرَّتَيْنِ. (رواه الدارقطني).

“Aku telah dilahirkan oleh Abû Bakr dua kali." (Riwayat al-Dâraquthni).


Silsilah yang pertama dari ibunya, yang bernama Ummu Farwah binti al-Qâsim bin Muhammad bin Abû Bakar al-Shiddîq. Dan kedua dari neneknya yakni istri al-Qâsim yang bernama Asmâ’ binti Abdurrahmân bin Abû Bakar al-Shiddîq. (Fâthimah al-Thâhirah, RA, 113).


Dengan demikian, kita harus memberikan penghormatan yang proporsional terhadap keluarga Nabi saw dan semua sahabatnya. Kita tidak boleh mencela seorang di antara mereka. Dalam konteks ini, Imam Abdul Ghani al-Nabulusi berkata:


وَصَحْبُهُ جَمِيْعُهُمْ عَلَى هُدَى تَفْـضِيْلُهُمْ مُرَتَّـبٌ بِلاَ اعْتِدَا

فَـهُمْ أَبُوبَكْرٍ وَبَعْـدَهُ عُمَرْ وَبَعْدَهُ عُثْمَانُ ذُو الْوَجْهِ الأَ غَرْ

ثُمَّ عَلِيٌّ ثُمَّ بَـاقِي الْعَشَرَةْ وَهِـيَ الَّتِيْ فِىْ جَـنَّةٍ مُبَشَّرَةْ

Semua sahabat Nabi SAW selalu mengikuti jalan petunjuk. Keutaman mereka dijelaskan dalam urutan berikut tanpa melampauinya. Mereka adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman yang memiliki wajah yang cerah. Kemudian Ali, kemudian sisa sepuluh orang sahabat yang dikabarkan oleh Nabi SAW akan masuk surga.


Syarh:


Semua shabat Nabi SAW, secara umum selalu mengikuti jalan kebenaran yakni petunjuk Nabi SAW, sehingga kita tidak boleh membicarakan mereka kecuali dengan baik.


Sedangkan sahabat yang paling utama menurut Ahlussunnah Wal-Jama'ah adalah sesuai urutan berikut ini, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, kemudian sisa sepuluh orang sahabat yang dikabarkan akan masuk surga oleh Nabi SAW, yaitu Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, Sa'id bin Zaid, Abdurrahman bin Auf dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah.


Di sini mungkin ada yang bertanya, mengapa kita harus menghormati dan mencintai keluarga dan sahabat Nabi SAW tercinta? Untuk menjawab pertanyaan ini, Almarhum Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf –mantan mufti Mesir-, berkata: "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya iman itu tidak akan menjadi kenyataan tanpa dibarengi dengan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Dalam hadits dijelaskan:


لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.


"Tidak akan menjadi kenyataan iman salah seorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintai oleh kamu melebihi anak, orang tua dan seluruh manusia."


Sedangkan kecintaan kepada Nabi SAW tidak akan sempurna kecuali disertai dengan mencintai orang-orang yang dicintai Nabi SAW. Demikian itu menuntut kita untuk mencintai keluarga Nabi SAW, mencintai kerabat-kerabat Nabi SAW yang dicintainya dan mencintai para sahabatnya." (Al-Durar al-Naqiyyah hal. 35).


مَـوْلِدُهُ بِمَكَّةَ اْلأَمِيْنَةْ وَفَـاتُهُ بِطَيْبَةَ الْمَـدِيْنَةَ

أَتَمَّ قَبْلَ الْوَحْيِ أَرْبَعِيْنَا وَعُمْرُهُ قَدْ جَاوَزَ السِّتِّيْنَا


Nabi Muhammad SAW lahir di Makkah yang aman dan meninggal dunia di Thaibah yaitu Madinah. Umur Nabi SAW genap 40 tahun sebelum menerima wahyu, sedangkan usia Nabi SAW (pada saat wafatnya) melebihi 60 tahun (yakni 63 tahun)


وَسَبْـعَةُ أَوْلاَدُهُ فَمِـنْهُمْ ثَلاَثَةٌ مِـنَ الذُّكُوْرِ تُفْهَمُ

قَاسِمْ وَعَبْدُ اللهِ وَهَوُ الطَّيِّبُ وَطَـاهِرٌ بِذَيْنٍ ذَا يُلَقَّبُ

أَتَـاهُ إِبْرَاهِيْمُ مِنْ سَـرِيَّةْ فَـأُمُّهُ مَـارِيَةُ الْقِـبْطِيَّةْ


Nabi Muhammad mempunyai 7 anak, di antara mereka adalah tiga anak laki-laki yang harus dimengerti, yaitu Qasim dan Abdullah yang menyandang gelar al-Thayyib dan al-Thahir lalu Ibrahim yang lahir dari budak perempuan (Nabi SAW), yaitu ibunya yang bernama Mariyah al-Qibthiyyah.


وَغَيْرُ إِبْرَاهِيْمَ مِنْ خَدِيْجَةْ هُمْ سِتَّةٌ فَخُذْ بِهِمْ وَلِيْجَةْ


Selain Sayyid Ibrahim, putra-putri Nabi SAW lahir dari Sayyidah Khadijah, mereka semuanya ada enam Khadijah adalah 6 dan kenalilah mereka dengan penuh kecintaan.


وَأَرْبَـعٌ مِنَ اْلإِنَاثِ تُذْكَرُ رِضْوَانُ رَبِّي لِلْجَمِيْعِ يُذْكَرُ


4 putri Nabi SAW akan disebutkan berikut ini, semoga ridha Tuhanku kepada semuanya selalu disebut.


فَاطِمَةُ الزَّهْرَاءُ بَعْلُهَا عَلِي وَابْنَاهُمَا سِبْطَانِ فَضْلُهُمْ جَلِي

فَزَيْـنَبٌ وَبَعْـدَهَا رُقَيَّةْ وَأُمُّ كُلْثُـوْمٍ زَكَتْ رَضِـيَّةْ


Keempat putri Nabi SAW tersebut adalah 1) Sayidah Fatimah az-Zahra' yang bersuami Sayidina Ali dan memiliki dua putra (yaitu Hasan dan Husain), yaitu dua cucu Nabi yang tampak keutamaannya; 2) Sayidah Zainab; 3) Sayidah Ruqayyah dan 4) Sayidah Ummi Kulsum yang suci dan diridhoi.


عَنْ تِسْعِ نِسْوَةٍ وَفَاةُ الْمُصْطَفَى خُيِّرْنَ فَاخْتَرْنَ النَّبِيَّ الْمُقْتَفَى

عَـائِشَةٌ وَحَفْـصَةٌ وَسَـوْدَةْ صَـفِيَّةٌ مَيْـمُوْنَةٌ وَرَمْـلَةْ

هِنْـدٌ وَزَيْنَـبٌ كَذَا جُوَيْرِيَّةْ لِلْـمُؤْمِنِيْنَ أُمَّهَاتٌ مَرْضِيَّةْ


Al-Mushthafa (Nabi Muhammad SAW) wafat dengan meninggalkan 9 istri, mereka disuruh memilih, lalu mereka memilih Nabi SAW yang dapat diikuti (mereka adalah) Aisyah, Hafshoh, Saudah, Shofiyah, Maimunah, Romlah, Hindun, Zainab dan Juwairiyah. Bagi orang-orang mukmin mereka adalah ibu-ibu yang diridhoi.


Syarh:


Nabi Muhammad SAW meninggal dunia meninggalkan sembilan istri. Mereka adalah perempuan-perempuan yang mulia. Kesetiaan mereka telah terbukti dengan menjadi pendamping Nabi Muhammad SAW dalam suka dan duka. Mereka lebih memilih menjadi istri Nabi Muhammad SAW dari pada gelimang harta dan kemewahan dunia. Di dalam al-Qur’an kisah mereka diabadikan:


يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ ِلأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلاً (28) وَإِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ اْلآخِرَةَ فَإِنَّ اللهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا. (29).


"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut`ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar." (QS. al-Ahzab : 28-29).


Mereka adalah adalah keluarga Nabi. Perempuan-perempuan terbaik yang menjadi ibu dari seluruh umat Islam (ummahatul mukminin). Dalam hal ini Allah SWT berfirman:


النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ. (الأحزاب، 6).


“Nabi itu lebih utama dari orang mukmin daripada diri mereka sendiri. Dan Istri-istri Nabi adalah ibu mereka.” (QS. al-Ahzab : 6).


Oleh karena itulah, umat Islam wajib menghormati mereka, mendo’akan dan membacakan shalawat kepada mereka.


عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ. (صحيح البخاري، 2118).


“Dari Abu Humaid al-Sa’idi, para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, "Bagaimana cara kami membaca shalawat kepadamu?" Rasulullah SAW menjawab, "Bacalah, “Ya Allah mudah-mudahan engkau selalu mencurahkan shalawat kepada Muhammad, istri dan anak cucunya.” (HR. al-Bukhari [2118]).


حَمْـزَةُ عَمُّهُ وَعَبَّـاسٌ كَذَا عَمَّـتُهُ صَفِيَّةٌ ذَاتُ احْتِذَا


Adapun Hamzah adalah paman Nabi dan Abbas juga paman Nabi, sedangkan bibinya adalah Shofiyah yang selalu taat kepada Allah SWT.


وَقَبْــلَ هِجْـرَةِ النَّبِيِّ اْلإِسْرَا مِـنْ مَكَّةٍ لَيْلاً لِقُـدْسٍ يُدْرَى

وَبَعْـدَ إِسْـرَاءٍ عُرُوْجٌ لِلسَّمَا حَتَّى رَأَى النَّـبِيُّ رَبًّا كَلَّـمَا

مِنْ غَيْرِ كَيْفٍ وَانْحِصَارٍ وَافْتَرَضْ عَلَيْهِ خَمْسًا بَعْدَ خَمْسِيْنَ فَرَضْ


Dan sebelum hijrah, Nabi melakukan isra' (perjalanan di malam hari) dari Mekah ke Baitul Makdis. Dan setelah Isra’ Nabi naik ke langit sampai Nabi melihat Tuhan (Allah) yang berbicara tanpa diketahui caranya dan tanpa batas. Dan difardhukan atasnya lima shalat setelah mewajibkan 50 shalat.


Syarh:


Isra’ mi’raj merupakan perjalanan yang istimewa sekaligus kejadian luarbiasa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW. Terjadi pada malam Senin tanggal 27 Rajab tahun 621 M. Satu tahun sebelum Nabi SAW hijrah ke Madinah.


Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW di malam hari dari Masjid al-Haram (Makkah) ke Masjid al-Aqsha (Palestina). Sedangkan mi’raj adalah naik ke langit, sampai ke langit yang ketujuh bahkan ke tempat yang paling tinggi yaitu Sidrah al-Muntaha.


Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman:


سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ .(الإسراء، 1).


“Maha Suci Dzat yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjid al-Haram (Makkah) ke Masjid al-‘Aqsha (Palestina) yang Kami berkati sekelilingnya untuk Kami perlihatkan ayat-ayat Kami kepada mereka. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. al-Isra’ : 1).


Kejadian Isra’ dan Mi’raj dilatarbelakangi oleh meninggalnya dua orang yang selalu membantu dakwah islamiyyah, yakni paman dan istri beliau, yakni Abu Thalib dan Sayyidatuna Khadijah. Sekaligus sebagai wisata hati bagi Rasulullah SAW, karena selama dalam perjalanan, Rasulullah SAW banyak menyaksikan bahkan mengalami kejadian-kejadian luar biasa, pelajaran yang sangat berguna untuk menempa hati beliau sebagai seorang nabi dan rasul Allah SWT.


Isra’ Mi’raj terjadi di luar kemampuan akal manusia. Secara gamblang, ayat (QS. al-Isra’ : 1), tersebut menyatakan bahwa Allah SWT telah memberangkatkan hamba-Nya untuk melakukan safari suci dengan ruh dan jasad Nabi Muhammad SAW, yaitu isra’ dan mi’raj. Berdasarkan ayat ini mayorits ulama berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan isra’ mi’raj dengan ruh dan jasadnya. Imam Nashiruddin Abu al-Khair ‘Abdullah bin ‘Umar al-Baidhawi mengatakan:


“Dan diperselisihkan apakah isrâ’ dan mi’raj terjadi pada waktu tidur (sekedar mimpi belaka) ataukah dalam keadaan sadar? Dengan ruh (saja) atau sekaligus ruh dan jasadnya? Mayoritas ulama berpendapat bahwa Allah SWT meng-isrâ’-kan Nabi SAW dengan jasadnya (dari Masjid al-Haram) ke Bait al-Maqdis kemudian menaikkan beliau ke beberapa langit sampai berhenti di Sidrah al-Muntahâ.” (Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, juz I, hal 576).


وَبَلَّـغَ اْلأُمَّةَ بِاْلإِسْـرَاءِ وَفَرْضِ خَمْسَةٍ بِلاَامْتِرَاءِ


Nabi menyampaikan kepada umatnya tentang Isra’ dan mewajibkan salat 5 waktu kepada semua umat tanpa keraguan.


Syarh:


Kewajiban shalat lima waktu disampaikan oleh Allah kepada Nabi SAW pada saat isra'. Dari sini dapat dipahami tentang keutamaan shalat dari ibadah yang lain. Perintah shalat disampaikan langsung oleh Allah SWT, secara pribadi tanpa perantara siapapun. Tidak seperti ibadah lain yang diwajibkan melalui perantara Malaikat Jibril.


Jika seorang pimpinan menyampaikan perintah yang secara langsung kepada bawahannya, maka kualitas perintah itu akan lebih tinggi dari pada sesuatu yang disampaikan melalui tangan kedua, oleh staf dan bawahannya. Perbuatan itu sangat penting, sehingga harus disampaikan sendiri.


Dari sisi ini, kita bisa melihat posisi shalat dalam agama Islam. Shalat memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam agama Islam, sehingga menjadi ruh agama Islam. Karena itu sangat wajar, jika Rasulullah SAW mengatakan bahwa shalat adalah unsur terpenting dalam agama Islam dan amal pertama yang dihitung kelak di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:


اَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلاَتُهُ فَاِنْ قُبِلَتْ تُقُبِّلَ عَنْهُ سَائِرُ عَمَلِهِ وَاِنْ رُدَّتْ رُدَّ عَنْهُ سَائِرُ عَمَلِهِ. (رواه الطبراني ).


“Amal pertama kali dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya diterima, maka diterimalah semua amalnya, namun bila shalatnya ditolak, maka ditolak pula seluruh amalnya.” (HR. Thabrani).


Berawal dari shalatlah semua perilaku yang baik dan terpuji akan bersemi. Shalat yang sempurna dan khusyu’ serta dilaksanakan dengan ikhlas karena Allah SWT, akan menjadikan seseorang untuk selalu mengingat Allah SWT, karena itulah tujuan dari shalat tersebut. Firman Allah SWT:


إِنَّنِي أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي. (طه، 14).


"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku." (QS. Thaha : 14).


Ketika Allah SWT telah hadir dalam setiap denyut nadi dan hembusan nafas, maka dari sanalah akan tersemai segala perbuatan baik dan terpuji. Dan dengan sendirinya semua prilaku buruk dan tercela akan menjauh. Inilah yang dimaksud oleh Firman Allah SWT:


إِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ (العنكبوت : 45).


"Sesungguhnya shalat itu bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar." (QS. al-Ankabut : 45).


قَدْ فَازَ صِدِّيْقٌ بِتَصْدِيْقٍ لَهُ وَبِالْعُرْوِجِ الصِّدْقُ وَافَى أَهْلَهُ


Sahabat Abu Bakar al-Shiddiq telah beruntung dengan mempercayai isra' dan mi'raj, dan kebenaran tentang mi'raj datang kepada pengikutnya.


Syarh:


Setelah melakukan isra’ mi’raj, Nabi Muhammad SAW kemudian menceritakan kejadian tersebut kepada kaum Quraisy Mekkah, namun tidak seorangpun yang mempercayainya dan menganggap Nabi mengada-ada dan membuat berita palsu. Kecuali satu orang sahabat yang langsung mempercayainya, yakni sahabat Abu Bakar RA. Bahkan beliau berkata, “Jangankan peristiwa itu, lebih aneh dari itupun aku percaya, kalau Nabi Muhammad SAW yang mengatakannya”. Itulah sebabnya beliau diberi gelar as-Shiddiq (seorang yang selalu membenarkan Nabi Muhammad SAW).


Sebelum peristiwa isra’ mi’raj tersebut, Nabi Muhammad SAW diberi gelar oleh penduduk Makkah dengan sebutan al-Amin. Yakni orang yang dapat dipercaya. Semua masyarakat Makkah percaya bahwa perkataan Nabi pasti benar, selalu jujur serta tidak pernah menipu. Namun ketika Nabi Muhammad SAW menyampaikan cerita isra’ mi’raj, kebanyakan masyarakat langsung tidak mempercayainya. Hal ini menunjukkan bahwa isra’ mi’raj adalah kejadian yang sangat luar biasa sehingga mampu menimbulkan keraguan mayoritas masyarakat Arab kepada Nabi Muhammad SAW.


Namun bagi orang beriman yang mempercayai bahwa Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Kuasa, kejadian tersebut bukan sesuatu yang mustahil. Sangat mungkin sekali, sebab beliau tidak berangkat dengan kemauan sendiri, tapi Allah SWT-lah yang berkehendak. Tak ada sesuatu yang mustahil bagi Allah SWT jika Dia menghendaki, walaupun itu di luar kemampuan manusia.


Ibarat seekor semut yang “menumpang” naik pesawat terbang dari Jakarta menuju Surabaya, kemudian kembali lagi ke Jakarta. Yang pasti, kaum semut tidak akan percaya akan cerita si semut yang telah melakukan perjalanan dalam waktu sesingkat itu. Tapi hal itu sangat mungkin terjadi, sebab dia memakai kendaraan yang kecepatannya tidak pernah terbayangkan oleh kaum semut. (Fiqh Tradisionalis, 250).


Begitu pula dengan isra’ mi’raj Nabi Muhammad SAW. Peristiwa itu tidak akan terbayangkan oleh akal manusia, sebab yang digunakan Nabi SAW adalah kendaraan yang kecepatannya di luar jangkauan serta tidak pernah terbayangkan oleh akal manusia, yakni Buraq.


وَهَـذِهِ عَقِيْدَةٌ مُخْتَصَرَةْ وَلِلْعَـوَامِ سَهْلَةٌ مُيَسَّرَةْ


Inilah Aqidatul yang ringkas, yang mudah untuk dipelajari dan dipermudah untuk orang awam.


نَاظِمُ تِلْكَ أَحْمَدُ الْمَرْزُوْقِي مَنْ يَنْتَمِى بِالصَّادِقِ الْمَصْدُوْقِ


Sedangkan yang menazhamkan Aqidh tersebut adalah Ahmad al-Marzuqi, seorang yang nasabnya bersambung kepada Nabi SAW yang berkata benar dan dipercaya.


Syarh:


Inilah akidah yang wajib diyakini oleh seluruh umat Islam. Akidah yang mudah untuk dipahami, diyakini kemudian diamalkan oleh seluruh umat Islam. Yakni akidah Ahlussunnah Wal-Jama'ah yang merupakan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya kemudian diteruskan oleh ulama salafus shalih dan akhirnya sampai kepada kita.


اَلْحَـمْدُ ِللهِ وَصَلَّى سَلَّمَا عَلَى النَّبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ عَلَّمَا


Segala puji bagi Allah, dan mudah-mudahan Allah memberi shalawat dan salam sejahtera kepada Nabi Muhammad, yaitu orang yang paling baik dalam mengajar manusia.


وَاْلآلِ وَالصَّحْبِ وَكُلِّ مُرْشِدٍ وَكُلِّ مَنْ بِخَيْرِ هَدْيٍ يَقْتَدِي


Begitu juga kepada keluarga dan para sahabatnya serta setiap orang yang menunjukkan kebenaran dan orang yang mengikuti jalan yang benar.


Syarh:


Setelah dibuka dengan hamdalah dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya, pada akhir bait dari pelajaran ini juga ditutup dengan hal yang sama. Selain dimaksudkan sebagai upaya mengharapkan pertolongan Allah SWT serta barokah dari Rasul, keluarga dan sahabatnya, hal ini sekaligus merupakan pengakuan akan kebesaran Allah SWT, serta puji syukur atas nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepada penulis.


Pengakuan bahwa tanpa ada belas kasih dan pertolongan Allah SWT penulis tidak akan mampu untuk menyusun nadham yang ringkas dan dengan bahasa yang gampang untuk dipahami. Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah akal fikiran kepada manusia, sebagai salah satu nikmat yang sangat berharga yang dimiliki manusia. karena dengan akallah manusia dapat dibedakan dari makhluk Allah SWT yang lain.


وَأَسْأَلُ الْكَرِيْمَ إِخْلاَصَ الْعَمَلْ وَنَفْعَ كُلِّ مَنْ بِهَا قَدِ اشْتَغَلْ


Dan saya (Sayyid Ahmad al-Marzuqi) memohon kepada Dzat Yang Maha pemurah, agar dikarunia ketulusan dalam beramal, dan kemanfaatan bagi semua orang yang mempelajari akidah ini.


Syarh:


Ikhlas merupakan kunci dari semua amal agar diterima oleh Allah SWT. Merupakan perintah Allah SWT kepada semua kaum muslim yang beribadah dan beramal shalih agar selalu ikhlas dalam perbuatannya agar amalannya dapat dicatat oleh Allah SWT sebagai amal baik yang mendapat ganjaran pahala. Firman Allah SWT:


هُوَ الْحَيُّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْد للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. (المؤمن، 65).


"Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam." (QS. al-Mukmin : 65).


أَبْياَتُهَا مَيْزٌ بِعَـدِّ الْجُمَلْ تَارِيْخُهَا لِي حَيُّ غُرٍّ جُمَلِ


Adapun bait-bait akidah ini adalah berjumlah 57 dengan hitungan Abajadun, sedangkan waktu selesainya adalah tahun 1258.


سَمَّـيْتُهَا عَقِـيْدَةَ الْعَوَامِ مِنْ وَاجِبٍ فِي الدِّيْنِ بِالتَّمَامِ


Kami menamakan akidah ini dengan judul Aqidatul Awam yang menerangkan masalah wajib di dalam agama secara sempurna. Wallohu a’lam bis showab



Postingan populer dari blog ini

AQIDATUL AWAM

Daftar Isi Kitab Terjemah Qurrotul Uyun

AQIDATUL AWAM